Bukalah situs youtube, dan
ketik kalimat Iwan Abdurahman di fasilitas “search”nya. Akan ada video dengan
judul “Penampilan Iwan Abdurahman dalam Satu Dekade Reformasi DJP”. Dalam Video
dengan durasi 1 jam 10 menit itu, yang penuh inspirasi dan memotivasi itu, ada
satu pelajaran menarik yang disampaikan oleh Abah Iwan (panggilan akrab Iwan
Abdurahman).
Abah Iwan yang merupakan
anggota Wanadri, kelompok pecinta alam, yang didirikan di Bandung, sejak tahun
1964, dan sangat terkenal. Pelajaran itu terjadi dalam suatu pendakian di
lembah danau-danau, salah satu puncak di Jaya Wijaya yang tertutup salju abadi,
di antara puncak Sukarno dan Puncak Cartenz.
Abah Iwan terlibat diskusi
dengan Ir. Yopi yang menjadi salah satu pimpinan ekspedisi pendakian 7 puncak
dunia. Diskusi tentang “jatuh” dari ketinggian gunung bersalju itu, saat Abah
Iwan bertanya,”Yop, kalau Abah jatuh, bagaimana ?”, 100-200 meter ke bawah.
Ir. Yopi menjawab,”kalau Abah
jatuh, ya mati saja”.
Abah Iwan kembali
bertanya,”kalau begitu, supaya nggak mati, bagaimana?”
Ir. Yopi
menjawab,”Ya…jangan jatuh”.
Inilah pelajaran itu,
untuk melaksanakan perintah atasan untuk “Jangan jatuh” itu, ada banyak hal
yang harus dipersiapkan : peralatan tali-temalinya harus benar, sepatu yang
dipakai harus benar, stamina kita harus segar, dan seterusnya. Perlu perjuangan
untuk menyiapkan segala hal (termasuk hal yang kecil-kecil), untuk melaksanakan
perintah atasan yang hanya satu kalimat : “Jangan Jatuh”.
(Untuk
lebih lengkapnya, silahkan buka di Youtube saja ya, ada banyak hal yang bisa
dipelajari di sana)
Kejadian yang hampir mirip
dengan cerita di atas, juga terjadi di PLN Area Watampone. Cerita yang
sederhana, namun penuh “perjuangan” dan “pengorbanan”. Kisah ini dituturkan
melalui kiriman foto oleh pak Agussalim (Manajer Rayon Tellu Boccoe) ke Grup
BBM Asman & Man Rtg WTP, dan pak Haji Mudhir (Spv Teknik Rayon Tellu
Boccoe) ke Grup BBM Warga PLN WTP.
Kalau kiranya kawan-kawan
Pintar mendapatkan gambar di bawah ini, apa yang akan kawan pintar laksanakan
ya ???
Misalkan sebagai seorang
atasan, apa kira-kira yang kawan pintar akan laksanakan melihat kondisi
peralatan listrik (PHB TR / Papan Hubung Bagi Tegangan Rendah) seperti di atas
???
….“GANTI SAJA”…. yap saya
yakin, sebagian besar dari kawan pintar, punya pikiran yang sama, material PHB
TR di atas lebih baik di”GANTI SAJA”, kondisinya sungguh memprihatinkan, dan
tidak layak pakai lagi. Jadi “GANTI SAJA”…
Satu kalimat yang sangat
sederhana, “GANTI SAJA”….tapi butuh sebuah perjuangan untuk melaksanakannya.
Butuh orang-orang yang memiliki mental petarung, memiliki semangat bertempur,
dan rela berkorban untuk melaksanakannya. Untuk melaksanakan satu kalimat
sederhana itu, harus ada orang-orang seperti pak Agussalim (Manajer Rayon Tellu
Boccoe), pak Haji Mudhir (Spv Teknik Rayon Tellu Boccoe), pak Waldi (Pegawai
Kantor Pelayanan Kajuara), serta para personil PP Dist Rayon Tellu Boccoe dan
KP Kajuara, yang memiliki mental “pejuang” untuk merealisasikannya.
Peralatan PHB TR di atas ada di pinggir
pantai Polewali di Kecamatan Kajuara, yang merupakan perbatasan antara
kabupaten Bone dengan Kabupaten Sinjai. Pelayanan kelistrikannya di wilayah
Kantor Pelayanan Kajuara (kadang disebut juga KP Padaelo, salah satu Kantor
Pelayanan di bawah Rayon Tellu Boccoe). Daerahnya dalam bahasa pak Haji Mudhir
adalah “empangnya Kajuara”.
Untuk mencapai lokasi,
mobil tidak bisa masuk, karena harus melewati jembatan gantung yang
bergoyang-goyang ketika dilewati….
Artinya
untuk “GANTI SAJA”…itu, material pengganti tidak bisa dibawa menggunakan mobil,
tapi harus di”pikul” untuk sampai di lokasi….
Beneran harus di”pikul”,
tentu saja dengan cara manual alias menggunakan tenaga manusia. Jelas butuh
personil-personil yang punya mental “pejuang”, untuk mau mengangkat material
pengganti yang beratnya nyaris satu kuintal itu. Belum lagi waktu memikulnya
yang butuh nyaris satu jam itu….
Begitu
tiba dilokasi, tanpa banyak bicara, tanpa banyak mengeluh, tanpa membuang
waktu….para pejuang kelistrikan itu langsung mengerahkan kemampuan dan
keahliannya untuk mengganti material PHB TR yang kondisi sudah tidak layak itu.
Dua Jam 30 menit kemudian….sim salabim…..selesailah penggantian PHB TR itu….
Begitu selesai
penggantian, belum berarti selesai tugas….aturan PLN tidak mengijinkan barang
yang sudah rusak, dibuang begitu saja. Barang yang sudah tidak layak itu harus
dikembalikan lagi ke gudang….artinya….pikul lagi, jalan lagi, dan senyum lagi
dong…
“satu kalimat instruksi”,
harus direalisasikan dengan “perjuangan”, harus dilaksanakan oleh orang-orang
yang punya mental “pejuang”, dan
rekan-rekan di Rayon Tellu Boccoe, dan KP Kajuara sudah membuktikannya, mereka
layak disebut para “pejuang kelistrikan”….pak Agussalim, pak Haji Mudhir, pak
Waldy, dan para personil PP Dist Rayon Tellu Boccoe + KP Kajuara, anda semua
layak disebut “pejuang kelistrikan”, dan itu hanya sebagian kecil “pejuang
kelistrikan” di negeri ini.
Kami meyakini masih banyak
para “pejuang kelistrikan” lain yang mengorbankan darah, keringat, dan air
matanya, untuk menyalakan listrik di seluruh penjuru negeri ini. Salam dari PLN
Area Watampone, jangan pernah surut untuk terus berjuang dan berkorban demi
menyalanya listrik di seluruh negeri ini….biarlah kita terima dengan ikhlas,
caci maki pelanggan di saat listrik mati…biarlah tidak pernah ada puji-puji,
karena andalah para “pejuang kelistrikan” di negeri ini.
Di akhir tulisan ini,
ijinkan kami mempersembahkan lagu mentari. Lagu gubahan Abah Iwan yang menjadi
lagu wajib para mahasiswa di Bandung ketika OSPEK itu. Sebuah lagu dari Abah Iwan, yang
mudah-mudahan menambah semangat, untuk terus menjadi “pejuang kelistrikan”
dimanapun kita berada….seperti mentari selalu menyinari bumi dengan cahayanya…
Mentari, Bernyala di sini, di sini di dalam
hatiku,
Gemuruh Apinya di sini, di sini di urat
darahku,
Meskipun tembok yang tinggi mengurungku,
Berlapis pagar duri sekitarku,
Tak satupun yang sanggup menghalangimu,
Bernyala di dalam hatiku,
Hari ini hari milikku, juga esok masih
terbentang,
Dan mentari kan tetap bernyala,
di sini, di urat darahku,
di sini, di urat darahku
Satu kalimat sederhana dari kawan pintar, ”kami tidak mau listrik mati”, memang membutuhkan “perjuangan”, dan “pengorbanan” dari para “pejuang kelistrikan” untuk mewujudkannya…..sebuah “kehormatan” yang dipersembahkan dari kawan pintar untuk anda semua “para pejuang kelistrikan”….